Jakarta, liputan.co.id – Anggota Komisi I DPR RI Supiadin Aries Saputra mengisyaratkan adanya upaya pelemahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pasca-reformasi 1998. Indikasinya, banyak undang-undang terkait militer sering dijadikan polemik.
“Saya melihat ada upaya pelemahan TNI walaupun Pasal 7 UU TNI mengamanatkan beban berat menjaga teritorial Indonesia terutama tugas non-perang,” kata Supiadin, di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Pelemahan TNI pasca-reformasi 1998 dimaksud jelasnya, adanya ketakutan asing terhadap sikap represi dan perkuatan TNI selama Orde Baru (1966-1998) walaupun reformasi internal TNI sudah dilakukan. Seperti alerginya ketika dimunculkan Rancangan UU Keamanan Nasional, RUU Intelijen, hingga RUU Komando Cadangan. Kendati belakangan UU Intelijen tidak disoal lagi karena “dianggap” tidak membahayakan masyarakat sipil.
Berbeda dengan Polri, katanya, alokasi anggaran TNI tidak sejalan dengan kebutuhan bagi pertahanan nasional berupa alat utama sistem persenjataan (Alutsista).
Dia contohkan, Kapolri Tito Karnavian mampu memaksimalkan alokasi anggaran sampai 87 trilyun tahun 2017 dibanding tahun 2014 yang Rp 44 trilyun.
Sementara Panglima TNI Gatot Nurmantyo, yang membawahi tiga matra kata politikus Partai NasDem ini, hanya dipatok Rp 108 trilyun pada 2017 dibanding tahun 2014 yang Rp 87 trilyun.
“Seharusnya kan TNI setidaknya menerima alokasi Rp 175 trilyun,” ungkap purnawirawan bintang dua TNI itu.
Komentar