Jakarta, liputan.co.id – Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengingatkan pemerintah dan DPR jangan cari gara-gara dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyusul dikabulkannya uji materi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta oleh Mahkamah Konstitusi.
“Sudahlah, DPR dan pemerintah jangan cari gara-gara juga dengan cara mengutak-atik undang-undang tersebut setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan uji materi khususnya Pasal 18 huruf m dari undang-undang tersebut,” kata Margarito, dalam Forum Legislasi “Dampak Panjang MK Kabulkan Uji Materi UU Nomor 13 tahun 2012”, di Media Center DPR, Senayan Jakarta, Selasa (5/9/2017).
Makna di balik keputusan MK itu lanjutnya, untuk jadi Gubernur DIY harus berasal dari Sultan. “Apakah nanti Sultan itu laki-laki atau perempuan dengan sendirinya biar jadi urusan internal Keraton Yogayakarta. Biar saja mereka yang urus. Kalau pemerintah atau DPR ikut mengatur internal Keraton Yogyakarta, akan muncul pertanyaan dari Sultan, memang tidak suka dengan saya?,” tegas dia.
Selain itu, Margarito juga mengingatkan bahwa “keistimewaan” Yogyakarta itu bukan pemberian Soekarno. Selain itu ujarnya, dalam catatan sejarah, Sultan itu hanya langsung berurusan dengan Presiden RI.
Bahkan, Margarito mengungkap sisi positif dari kearifan lokal yang dimiliki Kesultanan Yogyakarta yang hingga kini menguasai kepemilikan tanah sehingga tertutup kemungkinan para pemodal menjadikan tanah sebagai komoditas ekonomi. “Kalau tidak ada Sultan Ngayogyakarta, selesai juga tanah-tanah itu oleh pemodal,” pungkasnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim MK telah membacakan putusannya dalam sidang pleno MK yang digelar Kamis (31/8/2017) pukul 12.02 WIB, di Jakarta. Putusan tersebut dengan nomor 88/PUU-XIV/2016 itu telah dirilis di di laman resmi milik MK.
MK dalam amar putusannya menyatakan, frasa yang memuat, antara lain riwayat pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak dalam pasal 18 ayat 1 huruf m UU nomor 13 tahun 2012 itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Komentar