Senator Sumbar: Harapan Daerah Dasar Bagi DPD Susun RUU

Jakarta, liputan.co.id – Wakil Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Nofi Chandra mengatakan harapan daerah menjadi salah satu dasar bagi DPD dalam menyusun rancangan undang-undang (RUU).

Pernyataan tersebut disampaikan Nofi saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Pusat Penelitian Universitas Andalas, Universitas Diponegoro, Universitas Udayana, dan Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia.

Diundangnya sejumlah akademisi dalam RDPU ini ujar Nofi, guna mendengarkan penjelasan ahli terkait penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPD RI tahun 2018 agar sesuai dengan harapan dan kepentingan rakyat dan daerah.

“Harapan rakyat juga harapan DPD RI, sehingga dalam menyusun sebuah RUU, harapan tersebut harus menjadi dasar dan tujuan bagi DPD dalam penyusunan legislasi,” kata Nofi, saat membuka rapat, di Gedung B DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (14/9).

DPD RI lanjut Senator dari Provinsi Sumatera Barat ini, adalah institusi legislatif yang diberi mandat oleh konstitusi untuk menjaga kepentingan daerah dalam menentukan kebijakan nasional.

Di tempat yang sama, Dosen Hukum Universitas Diponegoro, Untung Dwi Hananto menyatakan penyusunan Prolegnas harus memenuhi tolak ukur yakni, RUU yang diusulkan harus urgent dan dibutuhkan masyarakat sesuai amanat konstitusi, kemampuan dan rasionalitas.

“Karena itu mekanisme ideal penyusunan Prolegnas DPD RI dilakukan dengan beberapa tahapan dan harus memenuhi syarat diantaranya adalah memuat landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis,” ujar Untung.

Pernyataan tersebut diamini oleh Guru Besar Universitas Udayana, Yohanes Usfunan. Selain itu lanjutnya, syarat penyusunan UU harus memenuhi tiga komponen yaitu memenuhi standar filosofis, pendekatan sosiologis, dan UU yang dibuat betul-betul akan menjamin kepastian hukum dan keadilan.

“Persoalan yang lebih konkret mungkin perlu dipertimbangkan adalah terkait kemiskinan, infrastruktur di wilayah timur, kesejahteraan daerah otonomi baru (DOB), dan penciptaan lapangan pekerjaan,” imbuh Yohanes.

Sementara narasumber Ronald Rofiandri dari PSHK mengungkap catatannya terkait kedudukan DPD setelah putusan Mahkamah Konstitusi yang seharusnya dapat dimaknai bukan sekadar menegaskan dan mengukuhkan kewenangan DPD, tetapi juga membutuhkan ruang aktualisasi yang memadai dan turut mendukung di mana orientasinya tetap pada produk legislasi yang berkualitas.

“Ruang aktualisasi bisa ditopang dari kehadiran instrumen, alur atau siklus hingga aspek teknis perancangan yang sejalan,” ujarnya.

Komentar