Jakarta, liputan.co.id – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI telah memberikan opini tidak menyatakan pendapat (TMP) atau disclaimer terhadap laporan keuangan Lembaga Penyiaran TVRI.
Disclaimer laporan keuangan TVRI tersebut menurut Ketua Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Abdul Gafar Usman sudah berlangsung semenjak tahun 2013, 2014, 2015 hingga 2016.
“Menyikapi hal tersebut, DPD RI perlu menggelar rapat dengar pendapat dengan para pihak terkait untuk mencarikan solusi terbaik agar predikat disclaimer itu bisa dibenahi,” kata Gafar, saat membuka RDP dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), di Gedung B DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (27/09/2017).
Dalam RDP tersebut, Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo, Farida Dwi Cahyarini menjelaskan bahwa pihaknya telah membantu kebutuhan sumber daya manusia mulai dari rekrutmen PNS dan dan pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS TVRI sampai dengan memproses kenaikan pangkat dan jabatan.
Di luar SDM lanjutnya, Kemenkominfo tidak bisa menjangkaunya karena internal TVRI punya atasan langsung yaitu Dewan Pengawas. “Dewan Pengawas ini bertanggungjawab langsung kepada Presiden dan DPR,” ujar Farida.
Mengenai piutang Kemenkominfo terhadap TVRI yang cukup besar sebagai konsekuensi layanan Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi yang seharusnya menjadi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi negara kata Farida, sudah diserahkan ke BPK. Tetapi karena berbeda instansi/ kelembagaan imbuhnya, maka piutang tersebut tetap menjadi catatan BPK.
“Kami membantu untuk penguatan pemancar televisi di daerah perbatasan. Itu keinginan Kominfo agar TVRI sejajar dengan televisi swasta atau televisi tetangga. Pandangan kami, bahwa TVRI belum mendapatkan WTP, diantaranya belum ada payung hukum atas PNBP TVRI. Peraturan Pemerintah (PP) mengenai hal itu baru ditetapkan tanggal 6 September yang lalu sehingga dengan terbitnya PP tersebut TVRI mampu menyelesaikan rekomendasi BPK terhadap laporan keuangan TVRI,” jelas Farida.
Di tempat yang sama, Deputi Bidang Akuntan Negara BPKP, Bonny Anang Dwijanto menjelaskan, pihaknya tidak berwenang memberikan opini. “Dari data yang diperoleh melihat penyimpangan yang disampaikan BPK, menurut kami, membutuhkan kerja luar biasa, kami menyampaikan sembilan langkah yang harus diambil oleh TVRI,” ujarnya.
Sembilan langkah tersebut menurut Bonny, ditujukan untuk peningkatan kualitas laporan keuangan, yaitu penguatan komitmen dan integritas pimpinan, para pengelola dan para pelaksana kegiatan, penguatan sistem pengendalian internal pemerintahan, penguatan perencanaan dan penganggaran, peningkatan kualitas laporan keuangan, peningkatan kualitas proses pengadaan barang/jasa, pembenahan penatausahaan barang milik negara, penguatan monitoring dan evaluasi, peningkatan kualitas pengawasan dan review LK dan percepatan penyelesaian tindak lanjut LHP.
“Kesembilan langkah itu membutuhkan waktu setidaknya satu tahun, yang diperlukan adalah komitmen tindakannya, tidak hanya direksi tetapi semua elemen TVRI. Karena standar yang dipenuhi adalah Standar Akuntansi Pemerintahan. Tidak harus serta-merta Wajar Tanpa Pengecualian, bisa bertahap yaitu opini Wajar Dengan Persyaratan lebih dulu. Kita harapkan komitmen direksi mendorong unit-unit untuk melakukan langkah tersebut, dan memaksimalkan fungsi sistem pengawasan internal. Semua tergantung komitmen pihak TVRI,” ujar Bonny.
Pada akhir RDP, Abdul Gafar Usman didampingi dua Wakil Ketua BAP yaitu Ahmad Sadeli Karim dan Novita Anakotta menyatakan harapannya, dengan langkah-langkah dan dukungan semua pihak, diharapkan tahun 2018 TVRI sudah mendapatkan perubahan Opini BPK.
Komentar