Depan Mendikbud, Najih Prasetyo Minta Kader IMM Perkuat Membaca

Liputan.co.id, Jakarta – Najih Prasetyo resmi dilantik sebagai Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) periode 2018-2020 dan Konsolidasi Akbar DPD IMM se-Indonesia di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (13/10) bertema “Membumikan Pancasila Sebagai Kompas Bangsa untuk Indonesia Berkeadilan”.

Acara pelantikan yang dihadiri langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhadjir Effendy, dan Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Kaderisasi dan Ortom, Dahlan Rais. Selain Mendikbud dan Dahlan Rais, hadir pula para pengurus DPD IMM se-Indonesia dan ratusan kader IMM.

Ketua DPP IMM, Najih Prasetyo dalam sabutannya mengatakan, yang penting bagi kader IMM saat ini adalah menumbuhkan keinginan membaca untuk memperbaiki literasi kader, agar langkah koreksi terhadap pengambil kebijakan itu terarah, serta mampu memberikan solusi.

“Yang paling penting lagi yang harus kita sampaikan adalah, sebagai aktivis yang mampu mengkoreksi bukan sekedar mengritisi. Kuncinya adalah bagaimana kita menumbuhkan semangat membaca, bagaimana kita menumbuhkan semangat literasi,” kata Najih.

Menurut kader IMM asal Jawa Timur itu, para founding father melahirkan negara ini dengan berbagai karya, yang mana karya-karya tersebut tak mampu dilanjutkan oleh para tokoh-tokoh bangsa saat ini, karena miskin literasi.

“Para founding fathers mereka dilahirkan di negeri ini dengan karya mereka. Tapi yang sekarang tokoh miskin karya dan miskin literasi. Oleh karena itu bagaimana kita kembali pada semangat literasi,” ujarnya.

Selain miskin literasi, Najih juga menyoroti keterlambatan kader IMM dalam merespon revolusi industri yang kian masif. Sebagai tokoh perubahan, kader IMM dituntut untuk masuk dalam revolusi industri itu. “Revolusi industri kita dihadapkan pada persoalan yang signifikan. Tapi pada kenyataannya, kader IMM belum mampu masuk dalam itu,” akuinya.

“Untuk menghadapi revolusi industri yang pertama adalah bagaimana kita memanfaatkan teknologi. Hari ini kita hanya mampu menggunakan, tapi belum mampu memanfaatkan, belum mampu berkarya. Kemampuan sosiopreuneur, bagaimana kita mampu berbuat di lingkungan sekitar kita. Ini menjadi PR besar bagi kita. Dan ketiga, empati untuk menghadapi revolusi industri for point zero,” tutup Najih. (RTH/Liputan)

Komentar