Ziarah ke Makam Yamin, Azis Syamsuddin Ingin Adinegoro jadi Pahlawan Nasional

Sawahlunto – Dalam rangkaian kegiatan kunjungan kerja ke Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Jumat (28/2/2020), Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin menyempatkan diri ziarah ke makam Pahlawan Nasional Muhammad Yamin.

Menurut Azis Syamsudin, Muhammad Yamin adalah Pahlawan Nasional dari Sumatera Barat yang lahir di Talawi, Sawahlunto.

“Beliau ini seorang sastrawan, sejarawan, politikus, budayawan dan juga ahli hukum. Beliau merupakan salah satu perintis puisi modern Indonesia dan juga merupakan pelopor Sumpah Pemuda, mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) bersama A. Kapau Gani dan Amir Sjarifoeddin, pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan Indonesia, Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, juga Menteri Kehakiman,” ujarnya.

Mohammad Yamin, adalah putera dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah pada 23 Agustus 1903. Tepat di depan makam, tampak Azis Syamsudin didampingi Wali Kota Sawahlunto, Deri Asta, duduk bersimpuh berdoa dengan khusuk.

Berziarah ke makam Muhammad Yamin menjadi salah satu rangkaian penting dalam kunjungan Azis Syamsudin ke Sawahlunto.

Ia berharap, pemerintah Kota Sawahlunto bersama ormas dan Karang Taruna, segera menyusun dan mengajukan satu nama lagi ke Pemerintah Pusat untuk menjadi pahlawan nasional.

“Kita punya harapan besar, ada satu tokoh lagi dari Sawahlunto yang bisa jadi pahlawan nasional. Beliau adalah tokoh Pers Nasional Djamaloedin Adinegoro, yang tidak lain merupakan saudara Muhammad Yamin,” ungkapnya.

Bagi Azis, sebagai simbol semangat perjuangan para pemuda di Sawahlunto, nama Muhammad Yamin dan Adinegoro sudah tertanam dan dimiliki generasi muda Sawahlunto, Sumatera Barat dan Indonesia pada umumnya.

“Nama Adinegoro tentu tidak asing di telinga insan pers di tanah air. Pria dengan nama asli Djamaluddin Datuak Maradjo Sutan ini dikenal luas sebagai sastrawan dan wartawan kawakan Indonesia,” urainya.

Adinegoro juga pernah dianugerahi gelar Perintis Press Indonesia, sejak tahun 1974 hingga saat ini, nama Djamaluddin Adinegoro selalu dikenang sebagai sebuah penganugrahan karya Jurnalistik tertinggi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) untuk memperingati Hari Pers Nasional.

Adinegoro lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat pada, 14 Agustus 1904 dan meninggal di Jakarta, 8 Januari 1967 pada umur 62 tahun. Djamaluddin Adinegoro memulai kariernya sebagai wartawan di majalah Caya Hindia, sebagai pembantu tetap. Setiap minggu ia menulis artikel tentang masalah luar negeri di majalah tersebut. Ketika belajar di luar negeri (1926-1930), ia nyambi menjadi wartawan bebas pada surat kabar Pewarta Deli (Medan), Bintang Timur, dan Panji Pustaka (Batavia).

Setelah kembali ke tanah air, Adinegoro memimpin majalah Panji Pustaka pada tahun 193. Akan tetapi, ia tidak bertahan lama di sana, hanya enam bulan. Sesudah itu, ia memimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan (1932-1942).

Ia juga pernah memimpin Sumatra Shimbun selama dua tahun. Kemudian, bersama Prof. Dr. Supomo, ia memimpin majalah Mimbar Indonesia (1948-1950). Selanjutnya, ia memimpin Yayasan Pers Biro Indonesia (1951).

Terakhir, ia bekerja di Kantor Berita Nasional (kemudian menjadi LKBN Antara). Sampai akhir hayatnya Adinegoro mengabdi di kantor berita tersebut.

Ia ikut mendirikan Perguruan Tinggi Jurnalistik di Jakarta dan Fakultas Publisistik dan Jurnalistik Universitas Padjadjaran. Ia juga pernah menjadi Tjuo Sangi In (semacam Dewan Rakyat) yang dibentuk Jepang (1942-1945), anggota Dewan Perancang Nasional, anggota MPRS, Ketua Dewan Komisaris Penerbit Gunung Agung, dan Presiden Komisaris LKBN Antara.