JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI Ansori Siregar mendesak Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mundur dari jabatannya. Desakan itu disampaikan sejalan dengan meninggalnya 63 pasien Covid-19 di RSUP Dr Sardjito akibat tidak mendapatkan tabung oksigen.
“Di Rumah Sakit Sardjito dengan kekurangan oksigen enggak tahu siapa yang bermain di oksigen ini gitu. Ya ini harus dipertanggungjawabkan. Untuk mempertanggungjawabkan ini ya Menkes harus mundur,” tegas Ansori dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Menteri Kesehatan Rl dan Menteri Keuangan RI, Senin (5/7).
Rapat Kerja dihadiri Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Satgas Penanganan Covid-19, BPJS Kesehatan, Pengurus Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Secara khusus, rapat membahas kebijakan strategis dalam penanganan peningkatan kasus Covid-19 termasuk penanganan pasien anak dengan Covid-19. Dan, kedua mengagendakan pembahasan insentif bagi tenaga kesehatan (nakes) dan klaim pasien Covid-19.
Menurut Ansori Siregar, Menkes Budi Gunadi Sadikin telah gagal dalam hal pencegahan kelangkaan tabung oksigen. Padahal, dengan kewenangan yang dimiliki Menkes semestinya kejadian kelangkaan tabung oksigen bisa diantisipasi. Ia menganalogikan melalui istilah ‘sedia payung sebelum hujan’.
Menkes Budi Gunadi Sadikin seharusnya sudah mempersiapkan berbagai kemungkinan dalam menangani situasi pandemi Covid-19. Utamanya berkaitan dengan kemungkinan terburuk di lapangan. Ia berharap kejadian yang terjadi di RS Sardjito tidak terjadi di rumah sakit di berbagai daerah lainnya.
“Jadi ini sedia payung sebelum hujan, ini malah sedia payung setelah hujan. Itu baru di RS Sardjito belum lagi di pasien yang isoman-isoman (isolasi mandiri; red),” tegas politisi PKS itu.
Varian Delta, Menkes Warning Kalimantan & Sumatera
Sementara itu Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam kesempatan rapat tersebut mengungkapkan, pihaknya mengingatkan tujuh propinsi diluar Pulau Jawa terkait varian baru Covid-19 yakni varian Delta. Sejak masuk ke Indonesia bulan Maret 2021, Menkes merujuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang selanjutnya menyatakan Varian Delta sebagai varian yang berbahaya pada bulan Mei 2021.
“WHO menyatakan varian ini varian berbahaya itu tanggal 11 Mei, kemudian mulai memperketat genome sequencing kita di daerah-daerah di mana varian Delta sudah masuk,” kata Menkes Budi.
Ia menuturkan, varian baru ini sudah ada di Jakarta Karawang, Cilacap, Madura, dan Bali. Pihaknya kemudian berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menanganinya, namun selepas Lebaran 2021, varian baru ini naik cepat. Menkes Budi mengajak masyarakat untuk bersama-sama meningkatkan kedisiplinan dalam mencegah penyebaran Covid-19, terutama di tujuh provinsi di luar Jawa.
Ke tujuh propinsi itu adalah dua provinsi di Kalimantan yaitu Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Kemudian lima provinsi di Sumatera masing-masing Propinsi Kepulauan Riau, Propinsi Riau, Propinsi Sumatera Barat, Propinsi Sumatera Selatan dan Propinsi Lampung.
“Ada beberapa provinsi yang sudah saya minta segera dilakukan genome sequencing yang lebih ketat sama seperti yang kita lakukan sebelumnya, untuk mengamati apakah memang penyebaran kesana juga terjadi,” kata dia. (***)
Komentar