Beda Suara Soal Kenaikan Mi Instan, Mentan dan Mendag Dinilai Berpotensi Keresahan Publik

LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade meminta para menteri tidak membingungkan rakyat akibat perbedaan pendapat menyusul wacana kenaikan harga mi instan tiga kali lipat, buntut sulitanya pasokan gandum dunia akibat perang Rusia-Ukraina.

“Ketidaksinkronan data dan kajian yang dilakukan antar kementerian atau lembaga pemerintah, berpotensi keresahan publik,” kata Andre, dalam rilisnya, Jumat (12/8/2022).

Diketahui, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mewanti-wanti kenaikan harga mi instan hingga tiga lipat sebagai efek domino perang Rusia-Ukraina yang memicu keterbatasan pasokan dan lonjakan harga gandum di dunia.

Pernyataan Mentan kemudian dibantah oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan yang menyebut sudah ada tren penurunan harga gandum sebagai bahan baku mi instan.

Andre mengkritisi perbedaan pendapat kedua menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut. “Jangan sampai pernyataan menteri yang satu berbantahan dengan menteri yang lain. Jangan buat bingung dan panik masyarakat,” tegasnya.

Oleh sebab itu, Andre mengingatkan para menteri untuk memperbaiki koordinasi. Perbedaan pendapat para menteri dinilai menimbulkan kesan tidak ada rapat kabinet atau rapat koordinasi Pemerintah untuk membahas isu-isu strategis.

“Kita minta menteri-menteri di bawah Pak Jokowi punya koordinasi yang berjalan baik, sehingga suara yang keluar dari Pemerintah itu satu,” ujarnya,

Lebih lanjut, politikus Partai Gerindra itu mengingatkan, persoalan gandum merupakan masalah strategis karena menyangkut perdagangan global. Bahkan Presiden Jokowi turun langsung melakukan diplomasi ke Ukraina dan Rusia yang merupakan negara-negara distributor gandum.

“Ini sudah berulang kali lho sering beda suara. Ini perlu jadi perhatian presiden untuk memastikan bagaimana menteri-menterinya punya koordinasi yang baik satu sama lain,” tegas Andre.

Anggota Komisi VI DPR RI itu mendesak pemerintah untuk segera memperbaiki basis data pangan. Dengan begitu, kata Andre, kebijakan yang dihasilkan tepat dan bermanfaat untuk rakyat.

“Pemerintah harus segera melakukan evaluasi dan koordinasi terkait data pangan. Selain itu, transparansi publik harus dilakukan agar rakyat tahu persis risiko yang dihadapi di tengah ancaman krisis pangan dunia,” katanya.

Terakhir, Andre juga mendorong pemerintah untuk membuka jalur kerja sama dengan berbagai negara produsen gandum lainnya, guna mengantisipasi kelangkaan manakala terjadi dinamika politik dunia.

“Harapannya ketersediaan bahan pangan untuk rakyat tetap aman apabila terjadi gagal panen, bencana alam, perubahan iklim, maupun faktor geopolitik seperti yang terjadi dengan Ukraina dan Rusia. Jadi betul-betul harus diantisipasi dalam meminimalisir terganggunya pasokan bahan pangan,” papar Andre.

Andre menambahkan, rantai distribusi pangan yang panjang dan rumit harus bisa dipangkas untuk menjamin keterjangkauan harga bahan pangan.

“Kemudian program subsidi pangan dan energi yang mendukung stabilitas harga pangan harus terus dilakukan pemerintah pusat dan daerah. Tidak boleh ada lagi lonjakan harga pangan akibat kurangnya antisipasi terhadap berbagai gejolak atau fenomena yang terjadi,” pungkasnya.[liputan.co.id]_(Fas)

Komentar