LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI Ateng Sutisna menilai usulan perpanjangan batas usia pensiun aparatur sipil negara (ASN) dari Ketua Umum KORPRI berisiko menghambat regenerasi birokrasi, memperburuk ketimpangan struktural, dan berdampak negatif terhadap kesejahteraan ASN.
Menurut Ateng, pensiun tidak hanya sebagai sebuah hak untuk beristirahat, melainkan juga sebagai sebuah siklus pengabdian yang wajar bagi seorang abdi negara. Termasuk juga sebuah bentuk penghormatan atas dedikasi dan kesempatan untuk berkarya dalam ruang sosial lainnya.
“Saya kurang sepakat dengan wacana perpanjang usia pensiun ASN. Negara ini bukan milik pribadi. Jika Anda pemilik perusahaan, silahkan bekerja sampai kapan pun. Akan tetapi, ASN bekerja untuk negara. Ada siklus yang harus dihormati,” kata Ateng dalam rilisnya, Selasa (3/6/2025).
Dikatakannya, pensiun jangan diartikan sebagai sebuah kehilangan, namun sebagai penghormatan dan kesempatan untuk menikmati hidup setelah bekerja keras. Belum lagi, tingginya angka pengangguran terdidik di Indonesia, khususnya pada kelompok usia muda.
“Jika usia pensiun diperpanjang, maka ruang masuk ASN bagi kelompok usia muda akan semakin sempit, sehingga berpotensi menghilangkan kesempatan generasi muda untuk berkarya bagi bangsa ini,” ungkap Ateng.
Politikus PKS itu menegaskan, wacana perpanjangan usia pensiun tidak berpihak pada nasib tenaga honorer dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang jumlahnya masih sangat besar dan banyak belum diangkat menjadi ASN karena keterbatasan fiskal negara.
“Kalau masa pensiun diperpanjang, saya khawatir ruang bagi tenaga honorer dan PPPK untuk diangkat sebagai ASN akan makin sempit. Padahal, mereka sudah lama mengabdi dan kini sedang menanti kepastian status. Ini sangat tidak adil,” tegasnya.
Ateng mengungkap data BPJS Kesehatan tahun 2023 yang menunjukkan bahwa beban klaim kesehatan ASN usia di atas 60 tahun mencapai 2,3 kali lipat daripada kelompok usia 40-55 tahun. “Artinya, memperpanjang usia pensiun justru akan meningkatkan beban negara, baik dari sisi produktivitas maupun pembiayaan kesehatan,” ungkapnya.
Selain itu, menurut Dana Moneter Internasional (IMF) dan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang merekomendasikan batas usia pensiun maksimal 60-65 tahun di negara berkembang demi menjaga keberlanjutan fiskal dan dinamika tenaga kerja.
Karena itu, Ateng kembali menekankan untuk mengubah cara pandang bahwa pensiun bukan kehilangan posisi, melainkan peluang untuk hidup dengan lebih bermakna. Nikmati apa yang sudah didapatkan dan hasil kerja keras selama ini.
Alih-alih menyetujui, Ateng menilai saat ini yang dibutuhkan bukan memperpanjang masa aktif ASN yang sudah waktunya pensiun. Namun, efisiensi, digitalisasi, dan regenerasi birokrasi. Pihaknya mencontohkan negara-negara lain, salah satunya negara tetangga kita Singapura yang malah memberikan insentif pensiun dini sebagai upaya untuk mempercepat inovasi dan reformasi birokrasi.
Komentar