Kata Bachtiar Aly, Anda Boleh Bangga, Negara ini bukan Negara Asal-asalan

Palembang, liputan.co.id – Pimpinan Badan Sosialisasi MPR RI Profesor Bachtiar Aly menyatakan jangan bermimpi untuk mengubah dasar Negara. Sebab menurutnya, debat tentang komitmen kebangsaan sudah selesai.

“Jadi, untuk mengubah kita punya dasar negara yaitu Pansila sudah sangat tidak mungkin. Muskil sekali,” kata Bachtiar, kepada peserta Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, di Kota Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (16/9/2017).

Pancasila lanjut politikus Partai NasDem itu, juga tidak bisa diposisikan hanya sekedar alat pemersatu bangsa sebagaimana yang dikehendaki oleh Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI), DN Aidit.

“Kalau kita pakai Pancasila hanya sebagai alat pemersatu maka kita akan terjebak seperti keinginan DN Aidit yang mengatakan kalau kita sudah bersatu, kenapa pula kita pakai Pancasila?,” ujar dia.

Ketika memaparkan materi ‘Hak dan Kewajiban Warga Negara Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara,’ Bachtiar terlebih dulu menguraikan bagaimana para pendiri bangsa menyiapkan Indonesia sebagai sebuah negara merdeka dan bersatu.

“Jadi, kita punya visi, kita punya prinsip. Karena itu Anda boleh berbangga bahwa negara ini bukan negara asal-asalan,” tegasnya.

Dia jelaskan, mana ada negara di dunia ini, sebelum eksis sebagai negara, pemuda-pemudi sudah bermimpi untuk memiliki satu bahasa, yaitu bahasa Indonesia.

“Itu terjadi pada 1928. Singkat cerita, dalam Kongres Sumpah Pemuda pada 1928, dengan peserta dari kalangan terbatas, para pemuda-pemudi kita berdiskusi, bukan dalam bahasa Indonesia melainkan bahasa Belanda. Karena memang mereka adalah mahasiswa Kedokteran Stovia, sekolah paling elit pada masa itu,” ungkapnya.

Mereka ujarnya, bermimpi suatu waktu negeri ini merdeka maka bangsa ini mempunyai bahasa satu. “Apa yang terjadi? Bahasa Indonesia itu bukan diambil dari bahasa mayoritas masyarakat Jawa, tapi yang dipilih bahasa Melayu. Ki Hadjar Dewantara, seorang tokoh pendidikan dan orang Jawa, dengan jiwa besar mengatakan, “bahasa Melayu memang bahasa yang dikenal, bahasa perdagangan, bahasa pergaulan, jadi kita kukuhkan menjadi bahasa persatuan,” ujar Bachtiar.

Jadi, menurut Bachtiar, dari segi bahasa bangsa ini juga sudah selesai. Sementara banyak negara di dunia masih memperdebatkan soal bahasa persatuan.

“Kita berbahagia bahwa dari Sabang hingga Merauke orang mengerti bahasa persatuannya, bahasa Indonesia. Kalau di sana-sini masih ada dialeg yang tidak pas, itu ekses, tidak ada masalah. Karena itu sikap toleransi diperlukan,” ungkap Ketua Fraksi Partai NasDem MPR RI itu.

Begitu pula saat para pendiri bangsa akan merumuskan Pancasila. Rumusan Pancasila itu, menurutnya, diadopsi dari Piagam Jakarta, 22 Juni 1945 melalui tim kecil beranggotakan para negarawan yang dibentuk oleh Soekarno-Hatta.

“Maka muncullah kesepakatan untuk menghilangkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, dan diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, komitmen kebangsaan kita juga sudah selesai. Maka jangan bermimpi untuk mengubabah kita punya dasar Negara. Itu sudah sangat tidak mungkin,” pungkasnya.

 

Komentar