Kasus Stunting Turun, Politikus Golkar: Fungsi BKKBN Kurang Terlihat

LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR RI, Dewi Asmara menilai penanganan stunting di Indonesia belum terlaksana secara komprehensif dan sistematis.

Meski persentase kasus stunting konsisten turun sebesar 3,5 persen per tahun, namun menurut Dewi, program penanganan stunting yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terlihat tumpang tindih, sehingga penerapannya belum maksimal, terutama pada aspek sumber daya manusia di tingkat Puskesmas.

“Dana Alokasi Khusus atau DAK nonfisik terlihat ada beberapa program stunting yang tumpang tindih. Sudah dianggarkan peningkatan SDMnya, namun sampai saat ini kami ketahui banyak Puskesmas yang belum cukup dokter dan tenaga kesehatannya,” kata Dewi, saat Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Kemenkes, BKKBN, dan BPOM, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (7/11/2022).

Selain itu, dia juga mempertanyakan penanganan stunting yang dilakukan oleh BKKBN. Pasalnya, BKKBN sebagai koordinator penanganan stunting di Indonesia belum mampu menjembatani koordinasi antarkementerian dan lembaga terkait.

“Kami melihat untuk BKKBN, terus terang saja, kurang sistematis. Fungsi BKKBN sebagai koordinator, itu kurang terlihat. Padahal, posisinya berelasi dengan antarkementerian dan lembaga untuk menangani stunting,” terangnya.

Dewi yakin, penanganan stunting tidak bisa hanya berdiri sendiri. Karena itu, dia minta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) turut andil mengawasi produk konsumsi untuk ibu dan bayi. Baginya, langkah ini vital guna mengantisipasi muncul stunting sejak dini.

“Saya harap BPOM juga bisa membantu untuk memeriksa makanan penambah gizi yang lain, yang dijual secara bebas. Sehingga, jangan sampai nanti, oleh karena ingin efek untung terjadi lagi permasalahan seperti yang akhir-akhir ini terjadi pada obat anak-anak,” pungkas Dewi.[liputan.co.id]_(Fas)

Komentar