Jakarta, liputan.co.id – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai wajar kedatangan Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, Masinton Pasaribu ke gedung anti-rasuah, pada Senin (4/9/2017 yang lalu.
Masinton menurut Fahri, adalah anggota DPR RI terpilih di periode 2014-2019 dengan latar belakang aktivis mahasiswa. “Bagi mereka yang hadir dalam timeline sejarah pergolakan mahasiswa 98 maka nama Masinton pasti tidak asing,” kata Fahri, Kamis (7/9/2017).
Dia salah satu simpul aktivis gerakan mahasiswa 98 penakluk rezim orde baru. Berbekal politik nilai gerakan dan standar idealisme sebagai seorang aktivis inilah lanjut Fahri, Masinton masuk menjadi Anggota DPR RI.
Masinton adalah generasi baru Anggota DPR RI yang tidak memiliki beban sejarah terkait bagaimana framing yang sudah terbangun atas institusi lembaga rakyat.
“Sebagai simbol dari semangat baru, tentu Masinton marah karena mendapat fitnah bertubi-tubi dan menanggung beban gerilya politik yang menjatuhkan kinerja institusinya. Orang yang memiliki standar idealisme dan politik nilai yang sangat tinggi pasti akan menjadi sensitif dan marah ketika ruang perjuannya diusik. Dia merasa sedang bekerja untuk memperbaiki benang kusut dalam sistem penegakan hukum di republik ini namun justru difitnah sedang merusak hukum serta pribadinya diserang,” ujar Fahri.
Wakil rakyat dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat itu, mencatat setidaknya sudah tiga kali Masinton mendapat serangan dan tuduhan yang mengusik sesuatu yang paling berharga bagi seorang aktifis yaitu moralitas dan integritas pribadi.
“Pertama, dituduh oleh Novel Baswedan dalam persidangan Pengadilan Tipikor bersama enam anggota Komisi III lainnya mengancam Miryam untuk mencabut BAP kesaksiannya dalam kasus e-KTP. Kedua, Dituduh bertemu dengan Direktur penyidikan KPK Brigjen (Pol) Aris Budiman. Ketiga, diancam oleh Ketua KPK Agus Rahardjo dengan pidana dianggap ‘obstruction of justice‘/ menghalang-halangi penyidikan karena melaksanakan tugas konstitusional sebagai anggota Pansus Angket KPK,” ungkap Fahri.
Sikap Masinton mendatangi Gedung KPK menurut Fahri, bukan sebuah sensasi seperti KPK yang suka membangun orkestrasi opini. Padahal politik pemberantasan korupsi KPK sendiri tidak pernah serius mengarah kepada penyelesaian sistemik.
Fahri berpandangan, sikap politikus PDI Perjuangan itu yang langsung menantang Ketua KPK Agus Rahardjo di gedungnya sendiri justru untuk menghentikan politik sensasi opini.
“Ini adalah sikap ‘gentle‘ dari seorang anggota Komisi Hukum DPR RI yang paham hukum, karena hukum tidak boleh ditegakkan dengan operasi penggalangan opini, hukum tegak di atas prinsip, kaidah dan norma norma hukum tang berlaku,” tegasnya.
Bagi Fahri, sikap Masinton adalah sikap seorang ksatria karena langsung meminta untuk ditahan jika ada fakta hukum atas tuduhan kepadanya. Ini pelajaran penting bagi KPK sebagai penegak hukum yang sering mengkorup imajinasi publik dengan penggalangan opini.
Di atas itu semua, kerja Pansus Angket DPR RI imbuh dia, adalah kerja konstitusional sebagai amanah langsung dari UUD 1945. Pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo (31/8/2017) yang menyebut akan menggunakan pasal obstruction of justice atas sebuah kerja konstitusional lembaga negara adalah pembangkangan hukum yang nyata.
“DPR RI juga mulai mempertimbangkan sikap-sikap KPK dalam menanggapi kerja Pansus Angket DPR RI yang terus melakukan deligitimasi atas amanah konsititusi, sebagai sebuah tindakan menghalang-halangi penyidikan rakyat. DPR RI adalah simbol hukum tertinggi sebagai daulat kuasa rakyat dan Angket DPR RI adalah lembaga penyidik tertinggi di republik. Menghalangi dan terus melakukan pembusukan terhadap kerja-kerja konstitusional angket DPR RI dapat digolongkan sebagai tindakan contempt of parliament,” pungkasnya.
Komentar