Agar Rakyat Percaya, Ketua DPR: Penanganan COVID 19 Harus Jujur dan Transparan

Liputan.co.id, Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani meminta seluruh jajaran pemerintah dari pusat sampai daerah untuk bekerja dengan hati, jujur dan transparan mengungkap data penanganan COVID 19. Koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menurut politikus PDI Perjuangan itu, harus terus diperkokoh.

“Kepala daerah harus jujur dan transparan mengenai data di daerahnya. Jangan demi dibilang berhasil menangani COVID 19 lalu data sesungguhnya di lapangan tidak dibuka ke publik bahkan tidak dikerjakan dengan benar,” ujar Puan, dalam sejumlah kesempatan ketika meninjau pelaksanaan vaksinasi, seperti di Bali, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Puan mengatakan, pemerintah daerah sekalipun seharusnya dapat berkontribusi lebih besar dalam penanganan dan pencegahan penyebaran COVID 19. Pelacakan (tracing), kata Puan, adalah salah satu yang bisa dilakukan.

“Jangan karena persoalan status zonasi merah, hitam, kuning, hijau lalu datanya yang sengaja dibuat tidak muncul atau sebaliknya dibesar-besarkan. Kepercayaan rakyat adalah taruhan yang besar, tergantung bagaimana penanganan di lapangan,” tegas Puan.

Memperbanyak cakupan dan jangkauan tes COVID 19, lanjut Puan, seharusnya juga menjadi kesadaran dan kebutuhan bagi seluruh jajaran pemerintah.

Tidak hanya untuk memetakan persebaran wabah, tes ini menjadi semakin krusial pula untuk melihat efektivitas segala upaya yang telah dilakukan bersama dalam menangani pandemi COVID 19.

“Refocusing anggaran di bidang kesehatan seharusnya bisa makin optimal untuk penanganan persoalan seperti ini,” tegas Puan.

Data yang jujur juga adalah fondasi untuk rakyat mau bersabar lagi dan lagi mengikuti kebijakan-kebijakan pemerintah.

Sekali saja dibaca bahwa data yang disodorkan pemerintah sekadar statistik yang diotak-atik, lanjut Puan, kredibilitas dan tingkat kepercayaan kepada pemerintah akan terus dipertanyakan dan kebijakan-kebijakannya tak akan sepenuhnya diikuti.

“Penanganan pandemi harus berdasarkan sains, ilmu pengetahuan, bukan intuisi. Indikator yang dipakai juga harus sesuai dengan konsensus sains dan medis,” pinta Puan.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah berencana mengubah zonasi COVID 19. Zonasi tidak akan lagi menggunakan dasar jumlah kasus aktif di suatu wilayah tetapi berdasarkan proporsi hasil tes positif COVID 19 dari jumlah spesimen yang diperiksa (positivity rate).

Budi mengakui, perubahan ini dilakukan karena selama ini sistem pengetesan (testing) dan pelacakan (tracing) COVID 19 dinilai masih lemah. Salah satu temuan, kata Budi, ada dugaan pemerintah daerah menurunkan data kasus aktif COVID 19 dengan cara mengurangi pengetesan di lapangan.

“Tidak membuka semua data testing atau tidak melakukan testing sebanyak yang seharusnya,” kata Budi pada pekan pertama Juli 2021.

Pemerintah juga berencana menaikkan lagi jumlah pengetesan COVID 19 menjadi 400.000 per hari, dari sebelumnya 100.000 per hari. Rencana ini terkait dengan fakta penyebaran varian delta dari COVID 19 yang sangat cepat dan juga berdampak pada angka kematian yang masih sangat tinggi di Indonesia.

Budi mengatakan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar pengetesan harian untuk COVID 19 adalah 38.000 tes per hari. Indonesia menggunakan target lebih tinggi karena angka WHO tersebut dianggap kurang banyak untuk menyikapi kecepatan penyebaran varian delta dari wabah ini.

Penerapan standar pengetesan ini akan disesuaikan dengan data positivity rate di masing-masing wilayah. Makin tinggi positivity rate, jumlah pengetesan semakin tinggi, bahkan bisa sampai 15 kali standar WHO bagi wilayah dengan positivity rate di rentang 15-25 persen.

Pada Rabu (21/7/2021), Indonesia masih mencatatkan 33.772 kasus baru COVID 19 dalam sehari, dengan 1.383 pasien meninggal pada rentang waktu yang sama.

Positivity rate berdasarkan data pemeriksaan dan kasus harian pada hari itu tercatat masih 29,06 persen untuk akumulasi semua cara tes dan 38,64 ketika pengetesan dilakukan menggunakan polymerase chain reaction (PCR).

“Kepercayaan rakyat harus dijaga. Pastikan penurunan kasus memang karena kasus turun, bukan karena tes yang kurang, bukan karena data yang disembunyikan, dan bukan karena ketidakjujuran demi embel-embel dan penghargaan,” tegas Puan.

Ketua DPR ini juga mendorong pula pemerintah memenuhi rencana menjadikan testing, tracing, dan perawatan (treatment) sebagai satu rangkaian tak terpisah dalam penanganan COVID 19, sembari mengejar target minimal 70 persen populasi tervaksinasi.

“Pastikan obat tersedia. Pastikan terpenuhi kamar perawatan di rumah sakit dan fasilitas isolasi mandiri. Pastikan jumlah kasus harian tidak naik atau turun hanya karena jumlah tes dan pelacakan yang tidak jujur dan transparan,” ujar Puan.

Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi penting juga, kata Puan, karena testing, tracing, dan treatment ini akan berjalan optimal ketika semua sumber daya pemerintah digunakan dengan efektif dan efisien.[liputan.co.id]

Komentar