LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia, Fahri Hamzah mengkritisi kinerja DPR RI Periode 2019-2024 saat ini, baik partai politik (Parpol) yang pro-pemerintah maupun partai yang mengaku sebagai oposisi.
Fahri menilai, DPR sekarang memble dalam memberikan kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pemerintah.
“Masa saya yang harus begitu, kritik ke Pak Jokowi. Mendingan saya kritik DPR dan DPD RI, eh kenapa kamu enggak kuat, katanya oposisi, kenapa memble?” ujar Fahri, Minggu (5/3/2023).
Menurut Fahri, DPR RI saat ini berbeda dengan periode saat dirinya menjadi Anggota Parlemen, apalagi ketika dirinya menjadi Wakil Ketua DPR.
Fahri lantas menceritakan, saat dirinya menjadi Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019, ia memiliki amanat dan kewajiban untuk kritis terhadap pemerintah.
Oleh karena itu, ia menjalankan tugasnya sebagai Wakil Rakyat dengan mengawasi dan mengkritik pemerintah agar semakin sesuai dengan harapan rakyat.
“Karena itu kerjaan saya dan kerjaan itu juga disertai dengan diberikannya imunitas kepada saya. Jadi kalau dulu, orang bilang, wah ini Fahri berani banget kritik KPK, kritik Pak Jokowi. Bukan berani, harus!. Dan saya oleh Negara dikasih kekebalan supaya omongan saya enggak dipidana (saat jadi Anggota DPR RI, red),” ungkapnya.
Karena itu, Wakil Ketua Umum partai nomor 7 berwarna biru ini berharap DPR RI sekarang bisa semakin kritis kepada Presiden dan Pemerintah.
“Jangan sampai justru rakyat yang menjadi oposisi pemerintah, sementara DPR RI tidak bekerja menyampaikan aspirasi rakyat,” katanya.
Apalagi, lanjut Fahri, sebagai Anggota Dewan itu sendiri juga sudah dipercayakan rakyat untuk menyalurkan aspirasinya, mendapatkan gaji, serta kekebalan hukum dalam hal mengkritik pemerintah.
“Kalau di negara demokrasi yang matang itu, rakyat itu setelah nyoblos, kerja. Yang berantem diambil alih Parlemen. Nah kita ini engga, kita disuruh berantem, parlemennya tidur. Malah parlemennya cari nafkah lain,” kata Fahri.
Jadi, masih menurut Fahri Hamzah, Anggota Dewan yang memiliki pendapat berbeda dengan fraksinya, seharusnya tidak boleh dihukum.
Fahri berpandangan, hubungan antara anggota dan fraksi adalah hubungan etik, sehingga Anggota DPR RI baru bisa dihukum oleh fraksinya ketika melanggar hukum atau etika jabatan.
“Dewan yang telah dikadernya dan telah memahami ide-ide dan ideologi dalam pemikiran bernegara. Tapi dia enggak punya mekanisme hukuman,” ujarnya seraya menambahkan, bahwa seorang anggota Parpol yang terpilih menjadi pejabat negara atau Anggota Dewan, maka loyalitasnya harus berubah kepada Negara, bukan lagi Parpolnya.
“Saat seorang kader partai menjadi pejabat publik, berarti mereka sudah pindah ke dalam ruang negara, diatur oleh hukum publik, dan mendapat gaji dari rakyat. Berbeda dengan anggota partai yang tidak menjadi pejabat publik. Ranah anggota partai yang bukan pejabat publik adalah di internal partainya,” pungkas politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
Komentar