LIPUTAN.CO.ID, Jakarta – Pengamat politik sekaligus peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC), Surokim Abdussalam, mengatakan ada upaya untuk menggoyang posisi Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden terpilih di Pilpres 2024. Hal itu ditandai dengan masifnya serangan terhadap Gibran di media sosial.
Menurut Surokim, serangan kepada Gibran dilakukan setelah upaya adu domba antara presiden terpilih Prabowo Subianto dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) gagal total, karena kenyataannya kedua tokoh tersebut tetap solid dan harmonis.
Saat ini, kata Surokim, wacana untuk memecah belah hubungan keluarga Jokowi dan Prabowo masih belum berhenti. Salah satunya adalah dengan mencoba membenturkan Gibran Rakabuming Raka dengan Prabowo.
“Upaya untuk menggoyang dan membuat pasangan presiden dan wapres tidak harmonis dan tidak rukun sepertinya akan terus dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, setelah upaya untuk menggoyang dan membenturkan Pak Jokowi dan Pak Prabowo nampaknya tidak berhasil,” ujar Surokim, Rabu (11/9/2024).
“Mas Gibran akhirnya menjadi sasaran berikutnya dengan memanfaatkan berbagai momentum dan kemelut politik yang mengarah ke Pak Jokowi,” sambungnya.
Lanjut Surokim, pihak yang ingin pasangan Prabowo–Gibran pecah kongsi memilih Gibran sebagai target karena dinilai masih muda dalam politik, sehingga Gibran dianggap lebih rentan dalam menghadapi konflik.
“Menurut saya, Mas Gibran sepertinya akan terus dijadikan sasaran karena dianggap masih junior dan lebih rentan dalam ketahanan menghadapi konflik,” bebernya.
Surokim menganggap ini sebagai bagian dari ujian kepemimpinan Gibran sebagai anak muda yang terjun ke dunia politik setelah terpilih menjadi orang nomor dua di Indonesia. Bahkan, ke depan dia memprediksi tantangan yang dihadapi Gibran akan terus meningkat.
“Namun, sepanjang Pak Jokowi masih bisa membangun komunikasi intens dengan Pak Prabowo, rasanya Mas Gibran masih akan bisa aman dan tak terbenturkan langsung dengan Pak Prabowo,” ucapnya.
Lebih lanjut, Surokim mengatakan serangan terhadap Gibran yang tiada henti akan membentuk kedewasaan politik sehingga ke depan ia tampil sebagai politisi muda yang tangguh.
Untuk itu, Surokim menyarankan agar Gibran lebih banyak belajar dalam menyikapi siasat adu domba, khususnya di media sosial yang masif dilakukan oleh pihak yang ingin menggoyang keharmonisan pemerintahan Prabowo–Gibran.
Gibran, lanjut Surokim, harus menjadi contoh yang mampu menginspirasi anak muda Indonesia, dengan terus berdiri kokoh sebagai pemimpin meskipun kerap diterpa fitnah.
“Siasat adu domba ini memang bisa masif dan akan terus dijadikan peluru ke depan oleh pihak yang ingin menggoyang,” jelas Surokim.
“Menurut hemat saya, harus dihadapi dengan kekuatan sendiri di dunia maya agar Mas Gibran tidak menjadi bulan-bulanan isu hoaks yang diarahkan langsung. Ini, saya pikir, juga menjadi tantangan wapres baru,” katanya.
Sebagai politisi muda yang masuk dalam “hutan rimba” politik, Surokim menyarankan agar Gibran memiliki pertahanan diri yang kuat dan strategi jitu untuk menghadapi atau membuat kontra-narasi dari konten yang dibuat oleh aktor penyebar disinformasi, fitnah, maupun hoaks di media sosial.
“Saya pikir Mas Gibran perlu berlatih jurus baru laksana elang mematuk ikan di laut agar bisa memberi peringatan kepada pihak-pihak terkait dengan lugas, sehingga isu negatif yang muncul tidak terus menggelinding dan bisa dikendalikan,” jelasnya.
“Memang tidak perlu reaktif, tetapi paling tidak bisa memberi penyeimbang agar isu tidak mengalir liar ke publik, padahal itu tidak benar,” tambahnya.
Dikatakan Surokim, media sosial ibarat dua sisi mata uang, di satu sisi bisa digunakan untuk menyebar isu negatif seperti konten hoaks, ujaran kebencian yang memicu keresahan dan perpecahan. Sebaliknya, bisa dimanfaatkan juga secara positif untuk menguatkan dan menebar kebaikan.
“Media sosial memang ruang bebas yang selalu ada potensi untuk digunakan baik untuk tujuan negatif maupun positif. Saya pikir perlu adanya patroli cyber troop sebagai upaya preventif yang berkesinambungan. Ruang ini perlu dijaga semua pihak agar bisa sehat dan positif,” ulasnya.
Surokim mendorong agar media sosial digunakan untuk hal-hal positif, seperti menggalang persatuan, rekonsiliasi nasional, dan menciptakan politik yang bermartabat.
“Semua pihak harus kembali (melakukan) rekonsiliasi dan fokus kepada agenda strategis ke depan. Semua (harus) ikut menjaga ruang medsos sehingga menjadi fungsional untuk membangun peradaban politik yang bermartabat,” pungkas Surokim. (***)
Komentar